Fase-fase Siklus Menstruasi Wanita dan Penjelasannya

Menstruasi menjadi salah satu pertanda bahwa seorang wanita sudah memasuki usia pubertas.

Mestruasi akan terjadi ketika endometrium (lapisan dinding rahim) yang menebal menjadi meluruh karena sel telur atau ovum tidak dibuahi.

Siklus menstruasi adalah rentang waktu mulai hari pertama menstruasi sampai dengan hari pertama menstruasi pada bulan selanjutnya.

Siklus menstruasi wanita berbeda-beda satu dengan lainnya, ada yang berlangsung pendek dan ada juga yang lebih lama.

Akan tetapi, pada umumnya dalam satu siklus menstruasi wanita akan berlangsung selama 28 hari. Ada juga yang satu siklusnya berlangsung selama 21 sampai dengan 40 hari.

Ciri-ciri Menstruasi Normal dan Tidak Normal

Menstruasi yang normal ditandai dengan beberapa ciri sebagai berikut.

  1. Satu siklus menstruasi berlangsung antara 21 sampai dengan 40 hari.
  2. Lamanya fase mentruasi sekitar 5 hari.
  3. Darah keluar dengan volume 10 mL sampai 80 mL tiap hari.
  4. Warna darah terang.
  5. Tidak ada gumpalan darah.

Sedangkan menstruasi yang tidak normal ditandai dengan ciri-ciri berikut.

  1. Satu siklus menstruasi berlangsung kurang dari 21 hari atau lebih dari 40 hari.
  2. Fase menstruasi berlangsung lebih dari 8 sampai 10 hari.
  3. Volume darah yang keluar lebih dari 80 mL setiap harinya
  4. Warna darah merah tua atau kehitaman
  5. Terdapat gumpalan darah

Hormon yang Berperan dalam Siklus Menstruasi

Siklus menstruasi wanita dipengaruhi oleh empat hormon berikut.

1. FSH (Follicle Stimulating Hormone)

FSH adalah hormon yang berperan untuk merangsang perkembangan kantung ovum (folikel) untuk menjadi sel telur yang matang.

Siklus menstruasi dimulai ketika hipotalamus merangsang kelenjar endokrin untuk memproduksi banyak hormon.

Hipotalamus adalah bagian kecil pada pusat otak. Hipotalamus dijuluki sebagai kelenjar master, karena mengendalikan seluruh fungsi vital tubuh, termasuk siklus menstruasi wanita.

Salah satu hormon yang dihasilkan oleh kelenjar endokrin adalah hormon Gonadotropin (Gonadotropin Releasing Hormone, GnRH).

Hormon Gonadotropin selanjutnya akan merangsang kelenjar pituitari untuk memproduksi hormon FSH.

2. LH (Luteinizing Hormone)

LH adalah hormon yang bertugas untuk memacu terjadinya pelepasan sel telur dari ovarium atau ovulasi.

Folukel sel telur yang sudah dilepaskan akan menjadi folikel kosong atau korpus luteum.

3. Hormon Estrogen

Hormon estrogen berperan dalam memberitahukan otak bahwa sel telur telah matang, diproduksi bersamaan dengan matangnya folikel.

Selain itu, hormon estrogen juga akan mengirimkan sinyal pada kelenjar pituitari untuk berhenti memproduksi FSH dan mulai memproduksi LH.

Apabila tidak terjadi pembuahan, maka produksi hormon estrogen akan menurun sehingga terjadilah menstruasi.

Akan tetapi jika sel telur dibuahi sel sperma, maka estrogen bersama progesteron akan menghentikan ovulasi selama kehamilan. Dengan demikian wanita yang mengalami kehamilan tidak akan mestruasi.

4. Hormon Progesteron

Hormon progesteron merupakan hormon yang berperan dalam menyiapkan lapisan dinding rahim (endometrium) untuk menebal jika nantinya terjadi pembuahan. Jenis hormon ini dilepaskan oleh korpus luteum (folikel kosong) setelah terjadi ovulasi.

Jika tidak ada pembuahan atau kehamilan, maka produksi hormon progesteron akan menurun dan dinding rahim akan meluruh sebagai tanda terjadinya menstruasi.

Fase-fase Siklus Menstruasi

Siklus menstruasi wanita dibagi dalam empat fase, yaitu fase menstruasi, fase praovulasi, fase ovulasi, dan fase pasca ovulasi.

1. Fase Menstruasi

Fase menstruasi terjadi pada hari pertama sampai hari ke lima, terjadi apabila sel telur tidak dibuahi, sehingga sel telur tersebut lepas dari dinding rahim (endometrium).

Lepasnya sel telur yang disertai dengan meluruhnya endometrium akan menyebabkan keluarnya darah menstruasi.

Pelepasan sel telur akibat tidak dibuahi oleh sel sperma ini menyebabkan korpus luteum menghentikan produksi hormon estrogen dan progesteron, sehingga terjadi penurunan kadar kedua hormon tersebut.

Penurunan kadar hormon estrogen ini berdampak psikis pada wanita, yaitu menjadi lebih sensitif dan mudah marah selama fase menstruasi.

Volume darah yang keluar selama fase menstruasi sekitar 30 mL sampai 40 mL setiap harinya. Darah menstruasi biasanya keluar lebih banyak pada hari pertama hingga hari ketiga yang disertai dengan nyeri perut.

Nyeri perut ini disebabkan kontraksi rahim akibat peningkatan hormon prostaglandin selama menstruasi berlangsung.

Kontraksi kuat pada rahim menjadikan suplai oksigen ke rahim berkurang, sehingga terjadi kram perut.

Kontraksi ini sebenarnya berperan dalam mendorong endometrium untuk meluruh menjadi darah menstruasi.

Pada saat yang bersamaan, hormon perangsang folokel (FSH) mulai diproduksi, sehingga memancing perkembangan folikel (kantong indung telur) dalam ovarium.

Perkembangan folikel selanjutnya akan diiringi dengan meningkatnya kembali produksi estrogen.

2. Fase Pra Ovulasi

Pra ovulasi ditandai dengan menebalnya kembali dinding rahim yang tadinya meluruh. Fase pra ovulasi terjadi pada hari ke enam sampai dengan hari ke tiga belas.

Penebalan dinding rahim tersebut dipicu oleh peningkatan hormon estrogen dan progesteron.

Fase pra ovulasi juga ditandai pelepasan FSH yang merangsang sel telur untuk berkembang dan matang di dalam folikel. Pada hari ke tiga belas, sel telur akan mencapai kematangan.

Peningkatan kedua hormon tersebut akan memberikan dorongan energi serta meningkatkan percaya diri dan suasana hati.

3. Fase Ovulasi

Fase ovulasi ditandai dengan lepasnya sel telur dan terjadi pada hari ke empat belas. Pada fase tersebut, otak memerintahkan LH untuk melepaskan sel telur yang sudah matang dari folikel menuju ke saluran tuba (tuba falopi).

Di dalam saluran tuba tersebut, sel telur akan bertahan selama kurang lebih 24 jam. Peningkatan hormon estrogen dan progesteron akan mencapai puncaknya pada fase ovulasi.

Efek psikis dari hal tersebut adalah rasa percaya diri dan dorongan energi yang semakin meningkat.

4. Fase Pasca Ovulasi

Fase pasca ovulasi terjadi pada hari kelima belas sampai dengan siklus menstruasi terakhir.

Pada fase pasca ovulasi, lapisan dinding rahim semakin menebal, karena folikel pecah dan mengeluarkan sel telur, sehingga membentuk korpus luteum.

Korpus luteum selanjutnya akan memproduksi hormon progesteron yang menjadikan lapisan dinding rahim semakin menebal. Meningkatnya hormon progesteron diiringi dengan menurunnya produksi hormon estrogen.

Hormon progesteron menjadi hormon anti kecemasan alami, sehingga wanita akan lebih stabil perasaannya dibandingkan pada saat fase ovulasi.

Apabila tidak terjadi pembuahan, maka seorang wanita akan mengalami kembali gejala pramenstruasi (PMS), misalnya perubahan emosi menjadi lebih sensitif, pusing, dan mudah letih.

Karena tidak terjadi pembuahan, maka kadar hormon estrogen dan progesteron akan mengalami penurunan, sehingga jaringan penyusun dinding rahim menjadi rusak dan pecah sebagai tanda menstruasi kembali terjadi.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *